Selasa, 18 Oktober 2011

Seperti Melihat Ikan di Aquarium

Judul "Seperti Melihat ikan di Aquarium" ini sebenarnya nasehat Papa yang beberapa kali dia sampaikan ke saya. Sebenarnya sich kalau dipikir, mirip "Rumput Tetangga Selalu Terlihat Lebih Hijau".

Papa  tuch selalu pesan, jangan kita iri pada kehidupan orang lain. Kehidupan orang  itu terlihat indah di mata kita, karena kita hanya melihat mereka dari sisi luar.Kita ga tahu secara persis kehidupan mereka, peresaan dan babak demi babak drama kehidupan yg telah mereka lalui. Dan belum tentu kita sanggup bertahan jika kita yg ada di kehidupan mereka.

Jadi semua terlihat bagaikan ikan di aquarium, indah dan jadi pujian orang, tanpa kita tahu, bagaimana perasaan si ikan, bagaimana relationship ikan dengan keluarga dan teman-temannya, dan apa pandangan si ikan tentang hidupnya sendiri.

Jadi ga pantas kita iri pada kehidupan orang lain, apalagi jika hanya melihat dari sisi fisik dan materi. Hmmm, ini bukan lagi sok bijak, saya hanya lagi curhat dan mengingatkan diri saya sendiri kok, ga lebih dan ga kurang. Lagipula bukankah blog adalah tempat curhat

 

Selasa, 04 Oktober 2011

Perjalanan kami

Di usia 3 tahun 6 bulan pernikahan kami, ALLHAMDULILLAH, semuanya semakin membaik.  Jatuh bangun kami rasakan dari pernikahan yang dimulai dari nol secara ekonomi.

Ujian yang menurut saya berat adalah ketika saya harus "menyesuaikan diri"dengan sifat suami yang sangat "pemurah".

(Semoga amal ini tidak hilang ya ALLAH) ketika saya menangis, harus merelakan tabungan melahirkan saya, untuk diberikan kepada mertua, karena salah satu kakak suami menggadaikan  surat rumah mertua untuk kepentingan pribadi si kakak, dan si kakak tidak mau bertanggung jawab. Namun, Gusti ALLAH boten sare, ada jalan keluar sehingga persalinan SC pun tetap bisa berlangsung selamat.

Tidak hanya itu, beberapa kejadian lain masih terjadi di tahun yang sama, bahkan di tahun-tahun selanjutnya yg memakan biaya sangat tidak sedikit. dan ini semua BUKAN karena perbuatan kami, tapi perbuatan pihak lain, dimana suami saya selalu tidak tega untuk tidak membantu (dan seringkali secara full)

Namun perlahan semua mulai bisa dibicarakan termasuk semua hal. Laba suami pun dari usaha yg dirintisnya dari titik nol mulai sedikit demi sedikit bisa diandalkan.

InsyaALLAH, tahun depan, mulai ada jalan bagi kami untuk bisa memiliki rumah sendiri dan mobil, AAAMIIIN.

Gusti ALLAH, memang tidak pernah tidur, dan selalu membalas amal baik hambaNYA dengan berlipat ganda.

 

 

Minggu, 03 Juli 2011

Ramah, Komunikatif & Sabar saja Tidak Cukup

Sudah lama ga nulis di MP, sekali nulis pakai Mobile Phone pula:) Judul tulisan kali ini sebenarnya terkait dengan upaya saya menemukan dokter kandungan yg tepat dan cocok.

Semua berawal dari keguguran 2 tahun berturut-turut (terakhir awal bulan lalu). Mulailah saya mengumpulkan info baik bertanya langsung kepada sahabat maupun berselancar di dunia maya. Kenapa saya sengotot itu? Tidak lebih karena usia yg sudah jauh di atas 35 tahun, riwayat SC di kehamilan pertama, riwayat pernah divonis kehamilan ektopik (yg ternyata dokter salah diagnosa), dan kista besar (yg telah diangkat saat SC).

Pengalaman gonta ganti DSOG, (sanpai 6 x) hingga menemukan dokter yg cocok yaitu Prof Gulardi (alm) dan dokter yg menangani kelahiran akhikhsaya. Karena mencari dokter yg cerdas dan komunikatif, saya akhirnya ditangani seorang dokter yg komunikatif dan teliti.  

Kenapa saya ga balik ke Dokter yg menangani kelahira anak pertama? Karena dia agak galak (menurut saya, mungkin karena saya tidak terbiasa dengan gaya ceplas ceplos dan saya agak kecewa diinduksi  2 kali lebih kayaknya tanpa diminta persetujuan). Padahal asli dia cerdas banget, dengan USG 2D yg jadul aja, dia bisa menemukan kista saya (15 cm dan 7 cm) dan menaganinya sehingga saya bisa dengan mulus melewati kehamilan pertama. Beliau juga menjawab jika di-SMS. Cuma ya itu, saya agak kecewa dengan masalah induksi dan gaya bicaranya tersebut.

Browsing dan coba-coba cari dokter lain malah berakibat fatal keguguran 2 tahun berturut-turut. Mungkin karena kehamilan saya yg terlalu beresiko. Maka hunting dimulai lagi meskipun saya tidak dalam kondisi hamil, supaya saat hamil lagi saya berdo'a dan berupaya ditangani dokter yg tepat.

Saat browsing saya tidak hanya mencari dokter yg banyak direkomendasikan, namun juga kekurangan mereka atau apakah ada komentar yg mengidentifikasikan diagnosa yg tidak tepat. Hasil masih saya teliti lagi, apakah ada pasien yg mengalami kehamilab/bermasalah yg nulis di blog dan ditangani dengan tepat Sungguh bukan ingin mencari aib orang lain, lebih karena trauma pernah 2 kali mengalami salah diagnosa.

ALHAMDULILLAH, hasil pencarian dan pengujian sederhana karena saya khan ga punya akses ke semua pasien, namanya juga dari browsing check and cross check (dengan browsing lagi namun dengan keywords berbeda atau dikonfrontasi dengan diagnosa DSOG lain hasil vrowsing) membuahkan 2 nama. Satu adalah Dokter yg menangani sahabat saya, Nataya dan seorang lagi androlog, yg bisa menagani pasien2 yg divonis BO oleh DSOG2 lain, jadi lahir selamat di 9 bulan. Paling tidak sekarang saya menjadi lebih tenang. Masalah VBAC yg sangat saya idamkan, sepertinya harus saya lupakan mengingat faktor risiko tinggi yg ada. Semua pasti ada jalan dan hikmah dari setiap perjalanan hidup. Paling tidak saya mulai menyusun rencana lain dalam hidup. InsyaALLAH, semua dimudahkan, AAAMIIIN.

Minggu, 13 Maret 2011

Mendaftar PG (Lanjutan 11 Maret)

OK cerita baru bisa dilanjutkan.

Mulai cari info lagi, dan dapatlah info PGIT dan TKIT di Jakarta Pusat yg jadi percontohan PG dan TKIT di seluruh Indonesia. Baru mau survey, ketemu info di dunia maya tentang biayanya. Uang pangkalnya (belum termasuk seragam, SPP dan kegiatan) sebesar 7 juta Rupiah Sehingga kalau ditotalkan jumlah bisa mendekati 10 juta. Dan... itu data  uang masuk tahun 2009. Jelas ini di luar budget saya. Sekolahnya sistem sentra. Tiap kelas paling banyak 10 siswa, dengan 1 guru ditambah 1 guru di tiap sentra. Jadi 2 guru untuk 10 siswa. Sistemnya juga sesuai perkembangan anak. Tapi tetap kendala keuangan membuat saya ga mau memaksakan diri. Apalagi saya juga harus menabung untuk memasukkan Ary nantinyadi suatu SDIT yg sudah saya dan suami rencanakan. dan biayanya di atas 10 juta. So, mau ga mau dengan berat hati PGIT terbaik ini kami coret dari list pencarian sekolah kami.

Terus mulai dech melirik sebuah PGIT di Jakarta Selatan yang ga terlalu jauh dari kantorku. Apalagi rencananya SD nya menjadi inceran kami kelak. Survey saya lakukan sendiri. Sistem sentra. Tiap kelas terdiri dari 5 anak dan 1 guru untuk PG. Gurunya pun bersedia menyuapi anak didik yg masih berumur 2 tahun kalau si anak lagi ngambek dan ga mau makan sendiri. Hal ini saya saksikan sendiri pas survey. Bahkan kata kepala sekolahnya, jika anak susah dibangunkan , belum mandi ke sekolah, guru bersedia memandikan, asal perlengkapan mandi sudah disiapkan dari rumah siswa. Cuma ada yg sedikit mengganjal di pikiran dan hati saya. Karena tiap 5 siswa dipegang 1 guru, terlihat jika guru menyuapi 1 siswa, maka siswa PG yg lain jadi bengong-bengong. Hal ini menjadi tidak masalah untuk anak TK, karena mereka sudah kreatif untuk bermain dan berinteraksi sendiri dengan teman-teman lain. Ganjelan kedua adalah jam masuknya yg jam 7 pagi dan pulang jam 10 utnuk PG dan jam 11 untuk TK di hari-hari tertentu. Wah, karena lokasinya cukup jauh, kok saya sangsi si Ary bisa banguyn sepagi itu.

Namun PGIT di Jaksel itu begitu memikat hati saya dan cukup terjangkau kantong kami. Apalagi anak-anak TK mereka sudah hafal Asmaul Husna (ini saya dengar sendiri waktu anak-anak tersebut menghafalnya sambil menyanyi), hafal do'a-do'a dan lulus TK berarti lulus Iqro 6. Saat itu hati mulai mantap mendaftarkan ke PGIT tersebut.

Namun, nasehat Guru saya semasa mengikuti liqo, yg juga seorang psikolog dan pemerhati perkembangan anak, membuat saya membatalkan keputusan saya.  Kenapa? Beliau menyarankan sebaiknya Ary dididik di rumah agar otaknya di usia 30-an nanti tidak jenuh belajar. Mengingat di PGIT tersebut masuk terlalu pagi, jam 7 pagi (yg buat saya pribadi kepagian buat nak umur 2,5 tahun). Dan baru pulang jam 10, saya sedikit khawaqtir, Ary akan kecapaian dan kok terlihat saya yg terlalu "memaksa" dia untuk sekolah.

Setelah merenungkan dan membandingkan hasil survey (termasuk melihat keceriaan anak) sambil membandingkan dewngan karakter Ary dan tentunya dengan anggaran yg tersedia, akhirnya saya bulat tekat kembali ke rencana awal yaitu memasukkan Ary ke Bintang Bangsaku. Apalagi saya lihat sendiri sewaktu survey dengan Ary, kalau peserta didik di sana ceria dan bisa terpantau oleh para guru setiap perkembangannya dengan sangat rinci di buku rapor yg sangat tebal itu untuk tiap anak. Pertimbangan lain adalah sekolahnya yg menganut sistem sekolah inklusi. Buat saya ini sangat penting buat pembentukan karakter Ary agar luwes bergaul dengan siapa pun:) Plus point paling penting, saya merasa, Ary sangat diperhatikan walau saat itu masih belum jadi murid dan baru survey.

Maka tanggal 11 Maret kemarin, pagi-pagi sekali saya sudah tiba di gerbang Sekolah Bintang Bangsaku. Karena cuma terima 9 murid utnuk kelas Lincah, jelas saya khawatir keduluan orang tua lain. Benar saja, pas proses pendaftaran saya belum selesai benar, sudah datang orang tua murid lain yg mau mendaftar juga. Mengingat saya pernah melihat buku dimana para orang tua yg berminat mendaftarkan anaknya menulis nama, dan nama Ary kalau terlambat jelas sudah masuk urutan waiting list. Maka di pendaftaran yg berisistem adil ini, dimana siapa cepat dia yg dapat, strategi datang paling pagi adalah strategi terbaik.ALHAMDULILLAH, Ary diterima. Satu proses yg penuh deg-degan dilewati.

Biarlah si Ary happy menjalani masa-masa sekolah di Kelompok Bermain dan TK. Belajar keragaman.Belajar sesuai tahap perkembangannya dan tidak kami paksakan. Pelajaran agama tetap kami berikan di rumah dengan sistem cerita dan menyanyi ,juga ikut saya sholat dan mengaji. Toch rencananya nanti di SD ia akan kami masukkan ke SDIT dan SMPIT yg ketat dengan hafalan  Al Qur'an, Hadist dan Bahasa Arab. Tentu saja senjata paling pamungkas tetap adalah do'a pada ALLAH SWT agar Ary menjadi orang sholeh yg selamat serta bahagia di dunia dan akherat kelak, AAAMIIIN.

Sabtu, 12 Maret 2011

Jum'at 11 Maret, Mendaftar PG

 ALHAMDULILLAH, setelah perenungan panjang, survey sana sini, akhirnya hari Jum'at 11 Maret 2011, saya mantap mendaftarkan Ary ke Sekolah Bintang Bangsaku. Pagi-pagi sudah mendaftar dengan deg-dega-an. Maklum aja sekolah ini hanya menerima 9 orang siswa kelas  Lincah (kelas paling awal untuk anak usia 1 tahun 10 bulan samapai 3 tahun).
  
Kok beda ya dengan rencana awal di PGIT? OK ceritanya begini, pertama kali survey ke PGIT dan TKIT di Jakarta Barat. Asli bangunan dan fasilitasnya bagus, termasuk lengkap dengan sistem sentra. Cuma kok uang pangkalnya lumayan mahal ya (buat ukuran saya  lho )begitu pula SPP-nya. Hal ini jadi tambah berat buat saya, karena letaknya lumayan jauh dari rumah jadi perlu transpor lumayan. Pada saat survey dengan Ary (anak saya) dan Bapaknya, lagi penerimaan rapor, jadi hanya ada 1 guru yg stand -by di kantor untuk ditanya-tanya. dan Ary tidak bisa berinteraksi dengan sang Guru mungkin karena mereka lagi sibuk pembagian rapor. Jadi ini lebih karena waktu survey yg kurang tepat

Survey kedua ke Sekolah Bintang Bangsaku. Awalnya sudah tertatrik sewaktu ikut workshop mereka di Depok 2 kali yang bekerja sama dengan Smart Parenting. Sekolah ini sangat memperhatikan metode pengajaran yang sesuai perkembangan anak (www.bintangbangsaku.com ) Survey kali ini, selain membawa Ary , saya ditemani Ayah saya yg notabene Eyangnya Ary. Saat itu menjelang Libur Natal dan Tahun Baru. Kami tiba saat pelajaran selesai. Nach yg bikin saya jatuh cinta habis-habisan dengan sekolah ini, karena selama saya bertanya tentang metode pengajaran sekolah, administrasi dan hal lainnya, Ary selalu ditemani salah seorang guru (padahal Eyangnya Ary juga ikut nemenin). Guru tersebut mengajak Ary bermain dan berkenalan dengan anak-anak lain yang belum dijemput orang tuanya.

Tambah menyenangkan lagi, karena Ary juga diperhatikan minatnya. Contoh waktu Ary menunjukkan minat terhadap alam, maka ia ditemani seorang guru, mengunjungi kandang kelinci dan aquarium ikan kecil di halaman sekolah. Wah ini sekolah benar-benar memanusiakan anak kecil, walaupun si anak belum pasti mendaftar di sekolah tersebut. Hitung-hitungan uang sekolah, juga masih masuk ukuran kantongku. Apalagi ini sekolah inklusi dimana anak berkebutuhan khusus, dan ekonomi lemah pun bisa masuk (jika penghasilan orang tua dibawah 1 juta maka ada diskon 50%; dan jika dapat menunjukkan kartu Gakin, diskon sampai 75%, artuinya cukup bayar 25%). Buat saya, suami dan Eyangnya Ary, ini bagus banget, jadi Ary bisa belajar keragaman dan belajar bersyukur pada ALLAH SWT atas apa yg dia miliki.

Saat itu masih ada 2 pertimbangan yg masih saya pikir masak-masak. Pertama sekolah ini hanya menerima murid maksimal 9 orang (dengan 2 orang guru dan 1 sampai 2 orang asisten guru) per kelasnya. Bagus 1 guru paling banyak 5 murid artinya. Masalahnya adalah harus rebutan, karena pendaftaran hanya dibuka mulai 11 Maret, ini sangat bikin deg-deg an khawatir tidak kebagian tempat. Namun metode ini sangat adil menurut saya, jadi ga ada sistem booking yg kadang menyesakkan dada kalao kita masuk waiting list. Alhjasil tetap harus ada sekolah lain yg dipilih kalau Ary ga ketrima. Karena sistem siapa cepat dia dapat ini. Fuuuiiih, berarti masih harus survey lagi paling gas buat jaga-jaga.

Hal kedua yang saya pertimbangkan adalah pendidikan agama. Bintang Bangsaku ini sekolah umum dan bukan Sekolah Islam Terpadu. Wudhu dan do'a- do'a sehari-hari tetap diajarkan , tapi kalau ga salah mulai TK bukan di PG ( CMIIW please jika info ini salah). Berarti saya harus siap jadi mengajarkan di rumah untuk urusan mengaji dan hal lain. Insya ALLAH, sudah mulai siap dengan adanya paket ILMA dan lagi artisan Halo Balita. Plus Ary yg paling senang dengar adzan dan orang (termasuk orang tuanya) mengaji. Dia juga senang berwudhu dan ikut sholat walau masih sesuaka-suka dia. Buat saya sudah ALHAMDULILLAH karena masih 2 tahun, sambilterus berdo'a agar ALLAH SWT menjaga dia agar menjadi orang sholeh, AAAMIIIN.

Cerita dilanjutkan lagi, InsyaALLAH, sore ini.





Senin, 10 Januari 2011

Belajar menempatkan diri

Belajar menempatkan diri sebagai hamba ALLAH SWT ini yg saya maksudkan dalam curhat kali ini. Benar-benar curhat tentang diri sendiri dan tidak ada maksud setitik pun untuk menyinggung orang lain.

Terlahir dari keluarga yg belajar agama seadanya, ngaji membaca Al Qu'an, sedikit fiqih dan akhlaq, tapi ga ketat melaksanakan perintah ALLAH SWT secara kaffah (CMIIW please kalau salah ejaannya), membuat saya terkaget kaget setelah menikah. Rupanya ini rahasia ALLAH SWT memilihkan suami untuk saya. Suami bukan tipe pemarah bahkan cenderung humoris. Tapi...kalau perkara melalaikan hak ALLAH SWT, duh benar-benar dia sangat marah. Hal yang (tadinya) saya anggap berlebihan, Contohnya jika saya sholat tidak tepat waktu (padahal baru 1 jam setelah adzan Ashar berkumandang. Asli dia sangat-sangat marah.

Dibandingkan dirinya, saya akui saya bagaikan anak yg baru belajar agama. Sebelum adzan berkumandang di tiap sholat 5 waktu, suami saya selalu mandi, memakai pakaian terbaiknya dan wangi-wangian dan cerah ceria ke Masjid. Padahal kalau ke tempat lain, dia ga akan mau pakai wangi-wangian dan baju terbaik.

Lalu masalah kebiasaan saya nonton televisi sampai malam, sehingga saya belum rapi pas adzan Subuh berkumandang, padahal dia sudah rapi wangi, sudah Sholat sunnah dan siap ke Masjid,wah bisa tak ada ampun, teguran keras bahkan sajadah sudah dia gelar untuk saya dan pasti dibangunkan paksa. Dan akan marah kalau jam 5 belum Sholat Subuh karena buat dia sholat ya harus teng tong setelah adzan berkumandang.

Bahkan sampai memeriksa jadwal membaca Al Qur'an. Menempatkan sebagai hamba ALLAH SWT itu ternyata kuncinya dan kok ya bisa pas dengan tema ceramah Shubuh di TV pagi ini. Di ceramah pagi ini Sang Ustadz mengatakan kalau kita ikhlas beribadah pada ALLAH SWT, maka kebutuhan kita pasti akan ALLAH SWT penuhi/cukupkan walau kita miskin dengan cara yg kita ga sangka(CMIIW). Ikhlas menempatkan diri sebagai hamba ALLAH SWT , itu PR yg masih harus saya kerjakan.