Selasa, 19 Juli 2011

Ternyata anak sekarang, dari kecil sudah dikenalkan dengan kompetisi secara ketat. Komentar kaget saya setelah baru saja mengetahui salah satu SDN favorit hanya menerima 28 siswa dari total pendaftar di atas 150 anak.(membaca blog seorang ibu yg anaknya dapat no tes 157).

5 komentar:

  1. Bukannya sudah dari dulu, mbak Yudith?

    BalasHapus
  2. @Pak Iwan, hehehe, saya baru ngeh karena baru punya anak kecil:) Ternyata kompetisi masuk SD aja sudah sangat ketat ya? Walau anak masih playgroup tapi sudah mulai survey SD, karena terkait dengan perhitungan harus nabung/investasi berapa agar sanggup membiayai pendidikan yg makin mahal.

    BalasHapus
  3. Yang bikin saya geregetan itu kompetisinya menjadi semakin ketat kalo ditambahin dengan anak-anak "titipan" ya, mbak.

    Demi ketenangan di masa yang akan datang, ada baiknya investasi itu mulai direncanakan sekarang:

    1. Investasi waktu bagi orang tuanya, terutama dalam mendampingi sang anak ketika dalam proses belajar di rumah, sehingga kelak sang anak bisa menjadi murid yg berprestasi. Kalo berprestasi, peluang masuk sekolah lanjutan menjadi lebih mudah.

    2. Investasi dalam mempersiapkan dana pendidikan masa depan, biar tenang, bisa cari yang berbasis syariah.

    Investasi lainnya sepertinya bersifat pendukung saja.
    Dalam kondisi masih carut-marutnya sistem pendidikan di Indonesia sampai saat ini, terkadang anak yang berprestasi belum tentu bisa masuk ke dalam sekolah negeri. Saya ada beberapa contoh kasus soal itu (sudah pernah saya tulis di jurnal), maka investasi no.2 (asuransi pendidikan) ada baiknya dipertimbangkan.

    BalasHapus
  4. Terimakasih Banyak Pak Iwan atas sarannya. Wah saya malah baru tahu kalau masuk SD aja ada "sis tem titipan". Mengerikan sekali kalau kecil2 sudah diajarkan "main belakang". Terimakasih atas saran investasinya(saya langsung meluncur mencari jurnal Pak Iwan)

    BalasHapus
  5. Biar mbak Yudith gak kerepotan mencarinya, saya bantu link-nya di sini:
    http://fightforfreedom.multiply.com/journal/item/50/Akhirnya_Teknopreneur_Cilik_itu_Juara_Asia_Pasific_ICT_Award_2010

    Anak yang Juara Indonesia dan Asia Pasifik itu saja bisa "gagal" bersekolah di SMP Negeri :(

    BalasHapus